Extroverted Person: My Personal Trait

Hello, blogspot.
Kali ini, mau curhat lagi (lol curhat mele). Gapapa lah ya, kan gak dilarang dan masih ada platform nya. Plus gak ngerugiin ;)

Post ini mau menceritakan soal salah satu personal trait-ku yang paling dominan: menjadi si extrovert. Sebelum melangkah lebih jauh, ciri dari seorang ekstrovert itu banyak banget dan gak semuanya aku punya (ya pasti kan). Tiga trait extrovert yang sangat dominan aku punya adalah sangat terbuka (sangat open terhadap semua orang), sangat ekspresif, dan sangat berbicara dulu baru bertindak atau bahkan berpikir.

Kenapa sih ini mau aku curhatin? Karena gak semua orang bisa paham. Dan balik lagi, karena semua orang akan menghakimi apa yang terlihat, sehingga menurutku a simple explanation melalui curhatan ini won't hurt.

---

Mungkin sejak SMA, aku menjadi cukup ekstrovert. Aku jadi senang berinteraksi sama orang, mengobrol, dan bercerita. Dari dulu, aku lumayan terkenal sebagai si fast-response, baik dari impresi negatif atau positifnya. Aku orang yang bisa kamu andalkan untuk berbicara dengan orang lain (yang lebih tua/lebih senior/lebih dihormati). Tapi, aku juga orang yang gampang meledak tanpa berpikir dan sangat ekspresif menunjukkan ketidaksukaanku (atau kesukaanku).

Ada loh masa dimana aku selalu dianggap 'yang mengejar-ngejar' cowok karena, balik lagi, apa yang aku rasakan itu sangat terlihat di muka dan tindakanku. Padahal ceritanya gak begitu. Ada juga masa dimana banyak yang kesel sama aku karena aku dibilang terlalu 'berisik'. Tapi ada juga masa dimana banyak yang senang berteman denganku karena aku approachable.

Dan aku sangat menikmati setiap fase tersebut di hidupku.

Pas SMA dan kuliah, ketiga trait extrovert-ku (terbuka, ekspresif, act first), gak banyak menimbulkan masalah. Ada sih satu dua orang yang kurang sreg tapi masih dalam batas wajar. Namanya trait, maka ketiga sifatku itu ya terefleksikan di semua hal yang aku lakukan, di kehidupan sehari-hari maupun di medsos.

Dengan era digital kayak sekarang, you don't need to meet someone in person just to get to know them, people tend to just judge through social media. Dan ini yang, aku mulai notice, membawa sedikit masalah untukku. Apalagi dengan statusku sebagai Fresh Graduate yang sekarang sudah mau jadi Mahasiswa S2.

Jujur, semua isi postinganku di dunia maya (ya termasuk di blog ini), adalah aku yang being true to myself. Boleh dibilang, aku sama sekali tidak staging apapun. Aku share apa yang mau aku share. Kalau aku tidak setuju, aku akan bilang. Kalau aku suka, aku akan bilang. Dan satu lagi, aku tidak merasa perlu mengumbar achievement-ku (kecuali yang memang shareable kaya Stuned, atau di platform kaya Linkedin), karena aku rasa itu mulai mengarah ke sombong instead of being open and expressive.

Jadinya, beberapa orang merasa kalau aku terlalu panasan tanpa prestasi. Bahwa aku terlalu ekpresif, padahal seharusnya aku gak perlu memperlihatkan semua ekspresiku. Dan bahwa seharusnya aku share hal-hal yang inspiring, kaya pencapaian atau hal yang sejenisnya.

Gak ada yang salah dengan kritiknya. Aku tau aku kadang terlalu open, dan I'm working on it. Tapi salahkah menjadi diri sendiri? Salahkah punya warna yang berbeda? Instagram-ku digembok (dan aku gak berencana menjadi artis instagram, plus ga ada bakat), jadi yang bisa akses hanya teman-temanku. Then why should I mask my true self? Facebook-ku gak ada yang isinya curhatan. Blog-ku ini pun gak ada sama sekali hal yang sensitif dan menyangkut orang lain (well, kecuali post ini haha).

Aku cuma mau menyampaikan ke beberapa orang yang mungkin gak setuju dengan 'sifatku'. Bahwa mungkin, sifat kita memang berbeda, dan gak ada yang lebih baik dibandingkan yang lainnya. Kamu, mungkin lebih suka nge-post dengan makna tersirat (kalau kata nax gaul, ngode), biar gak terlihat terlalu open dan lebih dewasa. Tapi, mungkin aku lebih direct orangnya, lebih senang mengekspresikan diri. Dan, selama tidak saling menyinggung dan tidak saling menyakiti, gak perlu dong merasa marah dengan satu sama lain? Aku rasa, selama sifatku ini tidak mengganggu, aku akan pertahankan. Toh, banyak yang justru senang bekerja denganku karena aku bisa membawa diri ketika berbicara dan juga ramah dengan orang baru.

Aku juga mau menegaskan bahwa socmed-ku (terutama Instagram dan Facebook), kupakai memang untuk sharing dengan temanku sendiri. Aku tidak sedang membuat impresi untuk future employer, nor I would like to gain followers. Jadi, beda tujuan aja sih. Sehingga, mungkin jenis post kita beda. Untukmu, memang kayanya terlihat dangkal. Isinya ya paling-paling aku yang happy karena cuaca lagi bagus, atau aku yang lagi kangen kucingku di Bandung (huhu tabby I miss u), atau aku yang bete karena 3 jam nyetir dari kampus ke rumah. Tapi, gapapa juga kan? Salahnya dimana?

Aku suka dengan warna personalitiku. Na no na no. Aku bisa menjadi teman terbaikmu, tapi aku bisa menjadi orang pertama yang menentangmu kalau aku gak setuju denganmu. Gak susah baca suasana hatiku, mukaku sudah sangat menggambarkan HEHE. Bukannya, justru karena kita berbeda warna yang membuat masing-masing diri kita menarik? :)


Groningen, 21 Agustus 2017.
Alif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biaya Hidup (Living Cost) Kuliah di Groningen, Belanda

[Cerita] Magang di Accenture Indonesia yuk!

[Cerita] Interview Magang di Traveloka