S2 biaya sendiri? Kenapa tidak?

Halo blogspot!
Hari ini mau sedikit menulis pemikiran random dan menceritakan pengalaman pribadiku. Sesuatu yang agak tabu tapi menurutku layak dicoba: S2 pakai biaya sendiri.

Sebelum mencurahkan pikiran, aku sendiri sangat mendukung semua orang yang mengejar beasiswa S2, karena aku pribadi akan berangkat S2 menggunakan beasiswa. In fact, dalam waktu dekat aku akan menulis sebuah post soal bagaimana kemarin aku bisa dapat beasiswa StuNed dan tips&tricknya. Jadi, jangan salah kaprahnya. Tujuan menulis post ini hanya lah untuk mencurahkan pikiran yang berbeda dengan kebanyakan orang.

---

Aku selalu percaya dengan peribahasa banyak jalan menuju Roma. Dan aku selalu percaya bahwa jalan hidup dan rezeki tiap orang itu berbeda. Yang kaya harta diberi kelebihan rezeki karena suatu hal, yang belum juga pasti ada alasannya.

Aku awalnya gak begitu ingin menulis post ini. But with all the prejudices and judgement, I really want to share my thoughts to you all about it’s not wrong to have your parents funding your study.

Aku memang dari awal sangat ingin S2. Aku juga sangat berambisi untuk mendapat beasiswa LPDP dengan kans diterima yang lebih besar dibanding beasiswa lainnya. Rencana awalku, aku harus memastikan dulu aku mendapat beasiswa, baru deh aku daftar kuliah. So, I worked so very hard for that. I re-check my essay hundreds of time, I called my LPDP awardee friends almost every night of the week. To make sure that I was prepared, that I was ready for all the challenges during the selection.

But I failed.

Begitulah kenyataannya. Ternyata sekeras apapun aku berusaha, memang ada yang lebih baik dariku. Memang ada yang lebih pantas untuk dapat LPDP. Jangan tanya, aku menangis betul ketika tahu tidak diterima. Semacam….semua yang diusahakan jadi sia-sia. Kalau mau ambil jalan mudah, aku bisa menyerah saja. Udah deh gausah S2 aja.

Tapi keinginan untuk S2 tetap lebih besar dibanding rasa kecewaku. Aku masih sangat ingin S2. Jadi, aku berusaha fokus untuk daftar kuliah dulu. Aku benar-benar menaruh hatiku pada aplikasi Master ke Groningen. I gave it my all. Dan ternyata, aku diterima!!!

Rasanya, rasa sakit hatiku jadi terobati. Aku jadi berharap kembali. Aku mulai semangat lagi untuk mencari beasiswa dari Groningen. Aku berharap bisa mendapat beasiswa EBF (Erick Bleumink Fund).

Coba tebak? Aku gagal lagi.

Ketika aku bilang ke ayahku bahwa aku sepertinya tidak bisa S2 karena tidak mendapat beasiswa, Ayahku justru menawari membiayai S2 ku. Beliau menyemangati dengan berkata bahwa beliau masih mampu untuk mengirimku sekolah ke Belanda.

Jujur, aku juga awalnya sangat tidak setuju dengan rencana ayahku. Sama seperti kebanyakan orang, aku menganggap yang S2 dengan biaya sendiri itu memberatkan orang tua. Hingga…. Ayah akhirnya mengajakku ngobrol.

Dan itu membuka mataku.

Jadi teman-teman yang ingin S2 self-funding….. Ketika memang orang tua menyanggupi dan mampu untuk memberangkatkan S2, itu bukan aib. Itu sesuatu yang patut disyukuri. Mungkin, memang jalanmu untuk S2 ya melalui Papamu. Mungkin Papamu diberi kelebihan rezeki memang agar kamu bisa sekolah lebih tinggi. Mungkin memang ada yang lebih membutuhkan beasiswanya.

Jangan mau mati di lumbung padi. Jangan mau kalian berjinjit di tanah lapang. Semua keleluasaan yang diberikan Tuhan, itu untuk suatu hal. Dan dengan bersekolah, kalian memanfaatkan kelebihan rezeki itu dengan sebaik-baiknya. Dibandingkan beli tas branded, mobil baru, rumah tingkat 4 (?), bersyukurlah kalian yang punya orang tua yang memilih untuk memberikan pendidikan yang tinggi, bukan dimanjakan dengan barang-barang fana.

Mengutip kalimat Mama saya. Uang bisa dipakai cari Ilmu, Ilmu bisa dipakai cari uang. Jangan takut.

Buat teman-teman yang masih memiliki prasangka terhadap yang mau S2 dengan biaya orang tua… kalian tidak tahu kisah lengkapnya. Kalian tidak tahu perjuangan yang dilalui sebelumnya. Kalian tidak berhak pula menghakimi keputusan orang tua orang lain. Doakan saja agar kami lancar studinya. Gak perlu juga tanyakan asal funding kami darimana, karena itu cuma membuka luka.

Terakhir, buat para pejuang beasiswa, teruslah berjuang sampai mentok! Saya pun baru diterima beasiswa setelah 3x berjuang. Setelah Ayah saya bersedia untuk membiayai. Setelah semua orang tahunya saya pergi biaya sendiri. Ternyata, rezeki memang gak ketuker. Asal, gak perlulah memberi stempel pada orang lain.


Everybody has its own struggle.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biaya Hidup (Living Cost) Kuliah di Groningen, Belanda

[Cerita] Interview Magang di Traveloka

[Cerita] Magang di Accenture Indonesia yuk!